Senin, 01 November 2010

Living in Jakarta

Diposting oleh anindita di 15.12
20 Oktober 2010 lalu menandai genap 3 tahun sudah saya tinggal di Jakarta. Haah, sudah lama sekali. Saya ingat waktu pengumuman penempatan saya lagi santai-santai di kamar (yep, di Samarinda) lalu teman saya sms: "Ris, kamu ditempatkan di BKF. Jakarta."
Reaksi saya? Lompat-lompat girang! Hahaha, saya memang senang sekali kalo harus berkunjung ke kota atau tempat yang belom pernah saya datangi sebelumnya. Jadi ingat, empat tahun silam, waktu saya mesti kuliah di Malang sementara alasan orang tua saya nyuruh saya daftar D1 semata-mata karena ngira saya bakal kuliah di Balikpapan, saya senaaaang sekali, sementara ibu saya menangis sedih. Haha, terdengar jahat. Tapi apa boleh buat, waktu itu saya masih 15 tahun, mana ada orang tua yang tega.


Well, di bayangan saya yang paling jauh cuman ke Jawa Timur dan sekitarnya, gak punya keluarga satupun di Jakarta, saya merasa saya akan punya kesempatan hidup dan berkarir yang jauh lebih baik. I'm gonna live next to a glamorous life. 

Sekarang, tiga tahun berlalu. Saya masih tinggal di kos yang sama, dengan teman-teman yang sama, masih jalan kaki ke kantor (walaupun sekarang kadang-kadang nebeng teman atau naik bajaj kalo udah telat). Pernah mengalami yang namanya kesasar, pergi jauh sendirian tanpa payung di kala hujan di suatu tempat yang keliatan penuh preman, pulang tengah malam, gempa bumi, badai, asap kendaraan dimana-mana, lalu lintas kacau balau, pengemudi motor yang menjajah trotoar, bunyi klakson terus menerus di tengah jalan... menyebalkan sekali. Tapi entah kenapa, selama itu juga saya mulai suka hidup di Jakarta. Jakarta telah memberi saya penghasilan, sekaligus tempat-tempat untuk menghabiskan. Pulang kemalaman dan kehabisan angkot? Masi ada taksi. Pingin nonton film? Bioskop tersebar dimana-mana, dan gak perlu kuatir ketinggalan judul film. Pingin baju bagus? Gampang banget ditemukan, asal duit cukup aja (di Samarinda harga dan kualitas tidak berbanding lurus -__-)

Keliatannya karena saya berasal dari kota semacam Samarinda, yang sama-sama panas dan suka berdebu kalo siang hari, sama-sama suka banjir, saya gak asing dengan suasana begini. Bedanya, dengan lebih banyak sisi entertainment yang ditawarkan, plus kemudahan akses transportasi (bedakan mudah dengan padat yah), saya mulai merasa betah di sini. Tapi kalo meliat sisi-sisi jeleknya, betapa gak tahannya saya kalo porsi saya sebagai jalan kaki diserobot, betapa menyebalkannya suara klakson, betapa parahnya jalanan kalo macet, dan betapa rawan bencananya daerah ini.. humhh.. pikir-pikir lagi. Perbincangan saya dengan seorang teman beberapa waktu silam jadi menumbuhkan ide baru: mungkin nanti saya akan tinggal di apartemen saja. Toh kalo Lebaran tiba, saya akan pulang kampung, saya ga punya keluarga di Jakarta kok. Lagipula, tanah di sini sudah semakin sedikit dan mahal, habis untuk bangunan-bangunan kelas menengah ke atas yang entah ada berapa banyak sih populasinya. Istilah 'gak afdol kalau bukan rumah sendiri' gak relevan kalau harus diterapkan di tempat kayak Jakarta. Mau nanggung gimana kalau saya harus terjebak macet lama di jalan karena punya rumah jauh dari kantor? Waktu buat keluarga berkurang juga kan? Kalau toh saya mau punya rumah sendiri, mungkin di suatu tempat lain. Yang lebih adem, walaupun kesannya jadi kayak rumah peristirahatan sih.

Samarinda. sebuah kota hampir padat penduduk yang diapit sungai segede ini, dan hutan.


even there's a river in the middle of the road! we've got so many!
Hmm, cuma sekedar ide yang muncul di pikiran. Biar gimanapun saya kan gak berkeluarga sendirian. Kelihatannya kehidupan menyenangkan sebagai seorang Jakartan lebih banyak dialami kaum pemuda yang belum berkeluarga seperti saya, hahah.

Ngomong-ngomong, saya teringat obrolan saya dengan teman sekamar saya dahulu. Yep, dulu saya sekamar berdua, dan setiap malam selain mengobrol, kalau sedang bosan kami duduk di luar dan mengeluhkan hal yang sama.

"kok langit Jakarta gak ada bintangnya ya?"


yeah, bukan kota romantis.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

You know what?
At this rate, I could do any-single-thing-even-if-I-have-to-sell-my-body-to-that-bosses-and-still-get-paid to move to Jakarta.
*evilgrin*

Posting Komentar

 

brisk swish and a new day Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos