Senin, 22 November 2010

quick updates..

Diposting oleh anindita di 13.57 4 komentar
kehidupan saya akhir-akhir ini agak monoton: ngantor, nonton film, les, main FM. rencananya mau rajin nulis blog tapi akhirnya terbengkalai juga. baiklah, sedikit cerita dari hari-hari saya deh.

1. FM 2011
gameplay-nya lebih baik, walaupun dari segi penyusunan taktik jadi lebih rempong. saya berencana mem-post screenshots dari pertandingan saya (ehem, menang 4-0 dari MU lo) tapi gak bisa-bisa, hiks hiks. saya gak tau caranya deng, apa perlu pake software laen ya? dari segi pertandingan, karena saya memakai Liverpool, klub ini jadi luar biasa sekali. entah karena kebetulan taktik saya bagus atau karena settingannya lebih baik ya, dengan memakai formasi 4-2-3-1 (Torres jadi complete forward dan Gerrard jadi playmaker) dan kadang-kadang 4-4-2 (dengan N'Gog) saya sukses dong nyetak 99 gol dalam 1 musim Liga. dan semua itu gak pake load game berkali-kali. ketagihan banget, yang menyebalkan cuma pada musim pertama dana Liverpool cuma 1,5 juta doang, hiks hiks, mana bisa ngapa-ngapain. dan kedua, Skrtel jadi pribadi paling bermasalah di tim, gara-gara dia saya kehilangan Carragher (gak mau perpanjang kontrak) dan Agger unhappy melulu.


kelebihan: 1). penyusunan taktik bisa jadi merepotkan tapi begitu udah ketemu settingan yang cocok mulus sekali pergerakannya, ada juga yg namanya quick tactic di tengah-tengah pertandingan, jadi lebih simpel 2). backroom meeting membantu sekali!


kekurangan: agen pemain oh agen pemain, gara-gara kamu saya kehilangan Carragher... dan kejelekan private chat adalah, sekali kamu membuat seorang pemain terluka gara-gara salah komentar, sulit sekali memperbaiki keadaan.


2. Review film!

berikut sekilas film-film yang saya tonton beberapa hari ini:

Brideshead Revisited (2008)

Nontonnya di festival film Eropa. film ini diambil dari sebuah novel, dan isi ceritanya erat dengan pengaruh agama Katolik di sebuah keluarga aristokrat. akting ngondeknya Ben Whishaw dapeet banget, saking meyakinkannya saya sampe lupa dia yang maen di film Perfume. a decent adaptation, apalagi bagi saya yang lumayan suka film drama abad ke-18, film ini sebenarnya punya modal untuk jadi sangat-sangat bagus. ada Emma Thompson juga lo yang memang aktris senior. sayang eksekusinya kurang berhasil, kalo menurut saya sih ini gara-gara si Matthew Goode yang jadi tokoh utama datar banget aktingnya. alhasil, percuma banget Ben Whishaw bermain bagus, chemistry mereka tetap kosong. 

verdict: 7/10

The Social Network (2010)

oh, what can I say, film ini berisikan jajaran cast aktor-aktor muda berbakat dan sutradaranya adalah David Fincher (Fight Club, Se7en, The Curious Case of Benjamin Button). agak tumben yak gak ada Brad Pitt disini, hehehe. ceritanya tentang awal terbentuknya Facebook, pengkhianatan, sifat antisosial, dan jelas banget film ini sangat berkelas Oscar. di tiap interview mereka menekankan kalau beberapa bagian adalah fiksi, tapi saya sendiri gak tau bagian yang mana. jangan tanya soal akting deh, Jesse Eisenberg adalah pilihan yang bagus. tapi karena saya masih terbiasa melihat dia memerankan sosok nerd (Superbad, Zombieland) saya tidak menganggapnya luar biasa. well, aktingnya bagus, tapi dia memang cocok di peran semacam itu. yang luar bagi saya adalahhhh Andrew Garfield. liat deh sepanjang adegan di kantor Facebook dimana dia merasa dikhianati, awwww, jadi pingin segera menepuk pundaknya dan bilang "sabar ya...sini maen sama aku aja..". Justin Timberlake juga bagus lo ngomong-ngomong.
 

verdict: 9/10

Hot Tub Time Machine (2010)
dvd pertama yang saya beli gak bisa diputer, akhirnya baru bisa nonton kemaren. okelah, film ini tentang petualangan sekelompok om-om berusia pertengahan 30an dan seorang remaja 15 tahun yang terperosok ke dalam mesin waktu menuju tahun 1985. haruskah mereka mengulang kenyataan di masa sekarang atau mengubah masa lalu, dengan resiko si remaja itu jadi gak dilahirkan? well, film ini sedari awal memang gak berencana untuk jadi ilmiah. I mean, hot tub time machine? judulnya saja sangat bodoh. tapi dengan genre komedi, HTTM lumayan mengobati kerinduan pada masa-masa dimana MJ masih berkulit hitam, Poison masih digilai remaja, dan iklan MTV masih menampilkan David Bowie ice skating. tapi ya udah, selesai film kita sibuk lagi dengan kehidupan, gak menyisakan kenangan-kenangan lain untuk dibahas.
 

verdict: 5/10

Across The Universe (2007)
ugh, jarang ada film musikal yang membuat saya terpesona, selain Sweeney Todd. pasti gara-gara The Beatles-nya deh. saya berusaha melupakan perkataan teman saya yang memperingatkan kalau film ini sangat High School Musical, dan bener kan, gile aja loh bandingin ATU dengan HSM. kayak bandingin Fawad Khan dengan arab Atrium Senen dong, sama-sama arab tapi kan beda kasta. ceritanya biasa banget, cinta-cintaan gitu doang, karakter-karakternya juga kurang tergali, suara para aktor gak bagus-bagus amat, tapi visualisasi dan kemunculan setiap lagu terasa begitu pas. belum lagi Jim Sturgess ngomong pake logat Scouse dan punya poster This is Anfield di kamar, hmmm, oke itu memang kurang penting, tapi detil-detil lain sehubungan dengan The Beatles dimasukin juga. LSD, perang Vietnam, Max's silver hammer, yeah, walaupun itu tidak terlalu membantu plot cerita yang kurang kuat, serasa seperti terjemahan biasa dari lagu-lagu The Beatles. ngomong-ngomong, lagu cinta paling syahdu sepanjang hayat, Something, kalau dinyanyiin di momen yang bener (dan bukannya di inul vizta, oleh saya pula) emang jadi berkali-kali lipat lebih memukau ya?
 

verdict: as nonBeatlemania 6.5/10, as Beatlemania (and George Harrison-mania and Liverpudlian as well) 8/10

The Crazies (2010)
tadinya saya dan teman-teman berencana nonton film horor yang ada setan-setannya gitu lo, turns out ini film gak ada setannya sama sekali. humph, agak kecewa. eh, kembali ke reviu, film ini tentang perubahan yang terjadi pada penduduk sebuah kota kecil yang tadinya damai-damai saja tiba-tiba jadi pada kehilangan akal sehat, cenderung ingin membunuh dan menghancurkan. agak kurang greget in some ways, tapi sebagai sebuah film horor, tidak adanya karakter yang gengges harus diacungi jempol. ngomong-ngomong, yang jadi wakil sheriff di film ini (Joe Anderson) ternyata orang yang sama dengan yang jadi Max di Across The Universe. hihihi, ganteng lo ternyata.

verdict: 6.5/10

hmm, keliatannya ada 2-3 film lagi yang kemaren saya tonton, tapi saya lupa judulnya. selamat berakhir pekan, masi ada film-film lain menunggu di kosan.

Rabu, 10 November 2010

In The Name of God (2007)

Diposting oleh anindita di 15.48 4 komentar
Beberapa hari yang lalu saya nonton film ini di bioskop terdekat. Iyah, baru muncul sekarang. Judul aslinya Khuda Kay Liye, film Pakistan dan sempat ditayangkan di Jiffest tahun 2008. Saya gak ada ekspektasi apapun sebelum nonton ini, sekedar mencari hiburan, tapi teman saya ada yang berkata kalau film ini dapat sambutan cukup bagus. Oh well, akan saya bahas deh, berkesan juga soalnya.



Film ini mengisahkan kehidupan 3 orang. Mansoor (Shaan) dan Sarmad (Fawad Khan) yang merupakan 2 bersaudara penyanyi yang tinggal di Lahore, dan Mary (Iman Ali), seorang mahasiswi keturunan Pakistan yang tinggal dan dibesarkan di Inggris, dan ternyata masih sepupu dengan mereka. Masalah berawal ketika ayah Mary yang asli Pakistan dipergunjingkan di komunitasnya lantaran anaknya pacaran dengan pria Inggris. Dia sendiri tinggal serumah dengan wanita yang belum ia nikahi, tapi di sisi lain ia turut khawatir kalau pernikahan anaknya nanti akan menghasilkan keturunan non-Muslim. Sementara di Lahore, tepat ketika Mansoor dan Sarmad latihan untuk konser Tahun Baru, panggung mereka diserbu sekelompok Muslim garis keras (yea, kinda resembles FPI). Kedua hal inilah yang akhirnya mengubah kehidupan mereka sekaligus menjadi jalan utama cerita. Sarmad yang bisa dibilang masih ABG labil, penasaran dan berkenalan dengan seorang aktivis Islam senior di sebuah masjid (sebutannya Pak Kiai gitu di Indonesia). Ia kemudian menumbuhkan jambang, berhenti menyanyi, berhenti mengenakan jeans, menyuruh ibunya menutupi seluruh tubuh, ikut dalam kegiatan vandalisme, sampai ikut terlibat dalam latihan perang jihad di Afghanistan. Mary sendiri dijodohkan paksa dengan Sarmad semata-mata agar ia tidak menikahi pacarnya, sedangkan Mansoor yang lebih moderat, mengejar cita-citanya sekolah musik di AS, menikahi gadis lokal, dan berujung pada dituduhnya ia sebagai salah satu aktor di balik serangan 9/11.


Durasi film ini cukup panjang dan agak terasa lambat kadang-kadang, tapi banyak hal yang saya rasa bisa dipelajari. Sekali lagi kita dipertontonkan dengan tipikal AS, menuduh Islam dan penganutnya seenak hati, terutama setelah tragedi 9/11. Tapi di lain pihak, penganutnya juga dipertanyakan, sekuat apa kita dalam menganut agama? Mansoor jelas membela agamanya, ia mengutip serangan-serangan terhadap umat Islam yang seolah dibiarkan pihak lain, tapi ia tidak mampu menunjukkan kecintaannya lebih jauh. Ada adegan dimana si investigator menunjukkan kalimat Al Quran yang diselipkan ibunya dalam bandul kalung Mansoor. Mansoor tidak tahu apa makna kalimat itu meskipun ia bisa membacanya, dan si investigator pun bertanya "Bagaimana bisa kamu mempelajari suatu bahasa tapi tidak tahu artinya? Apa gunanya?"


Hal lain tentang Sarmad juga cukup berkesan. Ah, selain tentang betapa gantengnya si Fawad Khan yang memerankannya lo (saya selalu tersipu-sipu setiap kali dia muncul. guanteeenggg! apalagi pas udah brewokan!). Sutradara Shoaib Mansoor dengan jeli menanamkan pemahaman bahwa agama tidak hanya diserang dari luar, tapi juga dari dalam. Bukannya banyak pemuda seperti Sarmad (walaupun tidak semuanya ganteng)? Dicekoki pemikiran-pemikiran tertentu oleh orang yang diharapkan jadi panutan. Benar atau tidak perbuatan dia kita tidak tahu pasti, tapi yang mereka lakukan kadang meresahkan umatnya sendiri. Kemudian tentang peranan orang tua, dimana gak mungkin dong kita menuntut anak kita jadi muslim yang baik kalau kita bahkan tidak mendidiknya sesuai ajaran agama? Interpretasi ayat-ayat dalam kitab suci ini jadi tonggak cerita, dimana beberapa pihak membenarkan kekerasan dan pemaksaan, dan ada juga yang beranggapan "ah gak gitu juga gak papa kok". Well, kasus-kasus yang menarik menurut saya, cukup mencerahkan dan terasa orisinil tanpa kesan menggurui. Film ini menyerahkan keputusan di tangan kita dan tidak membuat misleading.

Fawad Khan yang ganteng.. Susah nyari foto yang dari arah depan..

Verdict: akting 7/10, storyline 8.5/10, ide 9/10. Agak sulit menemukan film Islam yang tidak berlebihan (i'm looking at you, film yang syuting di Mesir asli)

Kamis, 04 November 2010

football inside

Diposting oleh anindita di 14.53 0 komentar
Saya penggemar berat blognya Chris Charles di BBC. Chris Charles ini adalah seorang jurnalis sepak bola yang tulisannya cukup ringan, berkisar tentang cerita-cerita di sekitar lapangan. dan karena dia orang Inggris, wajar kalo yang dia tulis tentang klub-klub Inggris, mulai dari review pertandingan, kutipan-kutipan dari pelatih dan pemain, sampai chant-chant lucu yang muncul di tengah pertandingan. Sayang blog ini sudah dipensiunkan, keliatannya Chris Charles lebih suka nge-tweet, padahal koleksi quote dan chant-nya bagus sekali. Berikut akan saya tampilkan beberapa yang jadi favorit saya, dan sukses bikin saya ketawa guling-guling di kantor:

"Same old Terry, always cheating."
Blackburn fans after a foul by Chelsea captain John Terry.

Celtic fans: "Shall we sing a song for you?"
Arsenal fans: "Shall we score a goal for you?" Heard at the Emirates during the Champions League game.

"Tina, Tina, give us a wave!"
 Wolves fans take the mickey out of David James' 'Tina Turner' afro at Portsmouth. 
 

"Adebayor, Adebayor - he scores more than Berbatov, who cost a lot more. Adebayor, Adebayor, but when we sign Torres he's out of the door." Manchester City fans.

"Daddy, Daddy, help me out!"
Blackpool supporters to Preston manager Darren Ferguson in the Lancashire Derby at Deepdale. Sir Alex was in the crowd.


"Tell ya ma, ya ma,
To wipe away all your tears,
No trophies for 15 years,
Tell ya ma, ya ma."
Liverpool fans to Everton.

"You all came here to watch the Leeds."
The usual chants from the Leeds fans before kick-off at Swindon.

 "You all came here to watch the Town!"
Swindon fans 90 minutes later, after their 3-0 win.


"We want our Fergie time!"
Burnley fans on seeing the board indicate a minimum of three minutes added time at Old Trafford.

"Oh Nicky Bailey you're the love of my life, oh Nicky Bailey I'll let you (kiss) my wife, oh Nicky Bailey I want ginger hair toooooo!"
Charlton fans to the tune of 'You're Just Too Good To Be True'.


"Are you Sandra in Disguise?"
Following Darren Bent's penalty miss at White Hart Lane, referring to Harry Redknapp's wife. Last season, Redknapp said of Bent 'My missus could have scored that'.

"You've got to file, file, file, file, file for divorce.." 
Stoke fans away at Chelsea directed at Ashley Cole to the tune of her wife's Fight For This Love
 

"This is what it's like to be City,
"This is what it's like to be small.
"This is what it's like to be a team that wins nothing at all."
Man Utd fans give some back at Fulham while 3-0 down - to the tune of Inspiral Carpets' This Is How It Feels.


ooh, ada gak sih football chant versi Indonesia? sayang TPI dan Global Tv saya kurang jernih, gak bisa ikut mantengin lagu-lagu semacam ini.


Rabu, 03 November 2010

weary

Diposting oleh anindita di 09.44 0 komentar

i am so weary.
jam setengah 8 sudah harus di kantor, jam 4 berangkat ke kampus buat UTS, ujian selesai jam 9, pulang dan lanjut belajar, jam 10 malam tidur. berulang selama seminggu.
saya bahkan gak sempat nonton Liga Champions :( tangan kanan saya pegal kebanyakan nulis jawaban.

oh well, saya akan tidur siang lelap sekali.

Selasa, 02 November 2010

Letter from the Boss

Diposting oleh anindita di 13.21 0 komentar
Been thinking that you are trapped with an evil boss?

Chill, take a deep breath, relax.. I know those moments are effing hard - most of my friends who have been a secretary to this kind of boss-from-hell can't stand not to complain and grumble, but hey, you are not alone! In fact, you can thank God for a second that you don't work under Tiger Oil Company's owner. I mean, how do you manage to react upon receiving this kind of memorandum?

Has it impressed you yet? What about this?



Find more here.

I try to google his name, try to find the pictures or any other informations but the memos, all to no avail. Whether it is just a hoax or legitimate (because the memos have been somewhat famous in internet, you know), the company itself filed for bankruptcy in 1980.

So, any possibilities that you would love your job (or your boss) more than you did before? *chuckle*

Senin, 01 November 2010

Living in Jakarta

Diposting oleh anindita di 15.12 1 komentar
20 Oktober 2010 lalu menandai genap 3 tahun sudah saya tinggal di Jakarta. Haah, sudah lama sekali. Saya ingat waktu pengumuman penempatan saya lagi santai-santai di kamar (yep, di Samarinda) lalu teman saya sms: "Ris, kamu ditempatkan di BKF. Jakarta."
Reaksi saya? Lompat-lompat girang! Hahaha, saya memang senang sekali kalo harus berkunjung ke kota atau tempat yang belom pernah saya datangi sebelumnya. Jadi ingat, empat tahun silam, waktu saya mesti kuliah di Malang sementara alasan orang tua saya nyuruh saya daftar D1 semata-mata karena ngira saya bakal kuliah di Balikpapan, saya senaaaang sekali, sementara ibu saya menangis sedih. Haha, terdengar jahat. Tapi apa boleh buat, waktu itu saya masih 15 tahun, mana ada orang tua yang tega.


Well, di bayangan saya yang paling jauh cuman ke Jawa Timur dan sekitarnya, gak punya keluarga satupun di Jakarta, saya merasa saya akan punya kesempatan hidup dan berkarir yang jauh lebih baik. I'm gonna live next to a glamorous life. 

Sekarang, tiga tahun berlalu. Saya masih tinggal di kos yang sama, dengan teman-teman yang sama, masih jalan kaki ke kantor (walaupun sekarang kadang-kadang nebeng teman atau naik bajaj kalo udah telat). Pernah mengalami yang namanya kesasar, pergi jauh sendirian tanpa payung di kala hujan di suatu tempat yang keliatan penuh preman, pulang tengah malam, gempa bumi, badai, asap kendaraan dimana-mana, lalu lintas kacau balau, pengemudi motor yang menjajah trotoar, bunyi klakson terus menerus di tengah jalan... menyebalkan sekali. Tapi entah kenapa, selama itu juga saya mulai suka hidup di Jakarta. Jakarta telah memberi saya penghasilan, sekaligus tempat-tempat untuk menghabiskan. Pulang kemalaman dan kehabisan angkot? Masi ada taksi. Pingin nonton film? Bioskop tersebar dimana-mana, dan gak perlu kuatir ketinggalan judul film. Pingin baju bagus? Gampang banget ditemukan, asal duit cukup aja (di Samarinda harga dan kualitas tidak berbanding lurus -__-)

Keliatannya karena saya berasal dari kota semacam Samarinda, yang sama-sama panas dan suka berdebu kalo siang hari, sama-sama suka banjir, saya gak asing dengan suasana begini. Bedanya, dengan lebih banyak sisi entertainment yang ditawarkan, plus kemudahan akses transportasi (bedakan mudah dengan padat yah), saya mulai merasa betah di sini. Tapi kalo meliat sisi-sisi jeleknya, betapa gak tahannya saya kalo porsi saya sebagai jalan kaki diserobot, betapa menyebalkannya suara klakson, betapa parahnya jalanan kalo macet, dan betapa rawan bencananya daerah ini.. humhh.. pikir-pikir lagi. Perbincangan saya dengan seorang teman beberapa waktu silam jadi menumbuhkan ide baru: mungkin nanti saya akan tinggal di apartemen saja. Toh kalo Lebaran tiba, saya akan pulang kampung, saya ga punya keluarga di Jakarta kok. Lagipula, tanah di sini sudah semakin sedikit dan mahal, habis untuk bangunan-bangunan kelas menengah ke atas yang entah ada berapa banyak sih populasinya. Istilah 'gak afdol kalau bukan rumah sendiri' gak relevan kalau harus diterapkan di tempat kayak Jakarta. Mau nanggung gimana kalau saya harus terjebak macet lama di jalan karena punya rumah jauh dari kantor? Waktu buat keluarga berkurang juga kan? Kalau toh saya mau punya rumah sendiri, mungkin di suatu tempat lain. Yang lebih adem, walaupun kesannya jadi kayak rumah peristirahatan sih.

Samarinda. sebuah kota hampir padat penduduk yang diapit sungai segede ini, dan hutan.


even there's a river in the middle of the road! we've got so many!
Hmm, cuma sekedar ide yang muncul di pikiran. Biar gimanapun saya kan gak berkeluarga sendirian. Kelihatannya kehidupan menyenangkan sebagai seorang Jakartan lebih banyak dialami kaum pemuda yang belum berkeluarga seperti saya, hahah.

Ngomong-ngomong, saya teringat obrolan saya dengan teman sekamar saya dahulu. Yep, dulu saya sekamar berdua, dan setiap malam selain mengobrol, kalau sedang bosan kami duduk di luar dan mengeluhkan hal yang sama.

"kok langit Jakarta gak ada bintangnya ya?"


yeah, bukan kota romantis.

The Vines @Java Rockin' Land 2010!

Diposting oleh anindita di 13.03 0 komentar
Tanggal 10 Oktober 2010 lalu saya menonton Java Rockin’ Land di Ancol. Sudah cukup lama ya, tapi baru sempat saya tulis pengalamannya sekarang, heuheu. Berbeda dari konser sebelumnya, konser ini berakhir tanpa satu pun jepretan yang layak tampil, hahaha! Alasannya karena teman saya yang punya kamera nyaris-DSLR gak ngecek kalo dia lupa bawa memory card, sementara kapasitas simpan kamera tersebut minim sekali, cuma bisa dapat 20-an gambar.

Tujuan saya nonton acara ini tak lain dan tak bukan untuk menonton The Vines dan Wolfmother. Sayang sekali gak sekalian ditambah Silverchair yah. Tapi dengan tiket 149.500 saja (harga pelajar!), saya udah kejang-kejang gembira. Saya sampai di Ancol pukul 5 sore, cukup waktu untuk mencari lokasi sekaligus mengamankan spot di depan panggung. Perkiraan di jadwal sih The Vines akan tampil jam 6 sore dan Wolfmother jam 7.15, dan setelah saya cek, panggung mereka tepat bersebelahan.

Craig Nicholls (dua dari kanan) used to be this skinny.
THE VINES

Posisi saya di baris ketiga dari mulut panggung. Cukup aman meskipun keberadaan penonton-penonton menyebalkan yang mungkin cuma tau 1-2 lagu mereka doang tidak dapat dihindari. Apa boleh buat ya, namanya juga festival, bukan konser sendiri. Di belakang saya ada rombongan pemuda yang terus berceloteh dalam bahasa Sunda (jadi saya tebak, mungkin mereka dari luar kota) dan suka heboh sendiri. Sayang saya gak ngerti, keliatannya sih lucu, terbukti mbak-mbak di sebelah saya yang gak kenal mereka ketawa sampe ngebungkuk-bungkuk, pacarnya sampe kerepotan nenanginnya.



The Vines muncul tepat pukul 6 sore. Ryan Griffiths naik ke atas panggung pake crutch, sehingga untuk mainin gitar dia mesti duduk di kursi. Dan ya ampun Craig Nicholls sekarang guenduuuuuttttttt buangeeeetttt. Gak pake bohong, ibu hamil aja naik gak sampe segitunya kale, mungkin ada 20-an kilo itu naik dari sejak jaman-jaman video klip Get Free. Rambutnya tetap di-gel secara liar gitu dong, tapi perutnya membuncah gak karuan. Maaf yah kalo berbau fisik banget, saya suka sedih kalo liat musisi yang saya sukai dalam jangka waktu cuma berapa tahun berubah bentuk atau jadi gak terawat gitu. Ihiks. Dan karena salah satu faktor pendukung saya nonton The Vines karena pingin liat Craig Nicholls went crazy on stage (terlepas dari Asperger’s Syndrome yang diidapnya ya, saya tetap suka stage actnya – banting gitar, menghancurkan instrumen, meracau, dll), begitu melihat badannya sekarang, saya sudah berpikir dia akan sangat terkendala fisik dalam melakukannya. Tau gak dia pernah mukul kepala bassist terdahulu pake gitar sampai dia keluar dari band? Atau tiba-tiba mengata-ngatai penonton dan wawancara dengan his famous lines “Krap Krap Krap” di sini? Hahaha, well, itulah kenapa aksi panggungnya saya tunggu-tunggu.


and now he's.. healthy. (sumber: KompasImages) 
Lagu Dope Train dinyanyiin untuk membuka acara. Ah, The Vines masih sekeren dahulu kala *terharu*. Suara Craig Nicholls masih cukup stabil dan terjaga, cara dia berteriak juga masih okeh, dan dia masih atraktif! Ya tidak terlalu atraktif juga sih, maksudnya cara dia memelintir-melintir gitar, berbaring di atas panggung, loncat-loncat gak karuan, membuktikan bahwa fisik bukan hambatan.

Ngomong-ngomong mereka menyanyikan 2 buah lagu baru kalo gak salah, saya gak ingat judulnya. Lumayan juga, selain itu ketika mereka nyanyiin Ms Jackson (cover version dari Outkast) secara akustik, tiba-tiba banyak yang nyanyi dong. Ketauan ya cuma hapal lagu ini (_ _'), secara di lagu lain gak serame ini sing-along-nya. Dan klimaks konser ada di lagu Ride, serta lagu penutup, tidak lain dan tidak bukan, Get Free.

Nah, di lagu Get Free ini, massa bergerak liar, loncat sana sini sehingga tidak memungkinkan untuk memotret apalagi merekam. Tiba-tiba di akhir lagu, Craig mengangkat gitarnya sambil cengar-cengir, lalu mengayunkannya ke bawah… seolah-olah mau membantingnya. Dan dia melakukannya berkali-kali, bukan membantingnya loh, tapi seolah-olah mau membantingnya. Aneh bukan?? Apa dia sudah dicuci otak?? Kenapa dia jadi terlihat agak sungkan/malu-malu/amatiran begini? Banting ya banting aja, tunjukkan kejantananmu, Craig! Setelah berkali-kali berpura-pura, baru itu gitar dibanting. Dan masih mengesankan gitar itu dibanting tidak dengan keikhlasan loh, gak terlalu keras. Setelah itu dia mengacak-acak drum set dan.. hmm, kurang sangar kalo menurut saya, hahaha. Media sih nulisnya udah heboh banget, padahal segitu mah kadarnya gak seberapa. Kalau diingat-ingat lagi, sepanjang konser juga dia agak murah senyum lo. Ah keliatannya Craig Nicholls sudah sembuh, jadi sedih, hihihi. Bisa cari rekamannya di Youtube saudara-saudara, maaf saya tidak menyertakan link.
Rate: 7/10 (durasi cukup, stage act dan interaksi lumayan, setlist bagus, venue asik)

Set-list (seingat saya, tidak berurutan):

Dope Train, In The Jungle, Vision Valley, Ms Jackson, Ride, Don't Listen to The Radio, Mary Jane, Fuck The World, Winning Days, Outtathaway, 1969, Ain't No Room, Highly Evolved, Sun Child, He's a Rocker, Gross Out, Get Free (plus lagu baru)

episode Wolfmother di entri selanjutnya!
 

brisk swish and a new day Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos