Senin, 21 April 2008

so what it feels like to be in arisan...

Diposting oleh anindita di 13.10 11 komentar
 
Hari Jumat lalu saat kantor merayakan sebuah hari bersejarah dimana para pimpinan semuanya raker di luar kota, saya diajak untuk ikut arisan Dharma Wanita.

Reaksi pertama: Diam. Tercenung. Mencoba meresapi makna di balik kalimat tersebut.
Reaksi berikutnya: Mulai meragukan pendengaran. Bertanya lagi, ”a..apa Bu?”
Reaksi selanjutnya setelah si ibu mengulangi: Pandangan mata nanar.. kosong.. kalimat ”ayo-Mbak-ikut-arisan” menggema dalam pikiran.. hati nurani saya berbisik pelan, ”kamu yakin ris ini sudah saatnya?” lalu template wajah jutek saya berganti: mata melotot, mulut ternganga, dan ekspresi syok bu-saya-belum-kepala-2-lo.. Percaya deh, setiap kali ada orang yang bener-bener asing, pemilik counter pulsa dan orang Pontianak yang saya temui di dalam metromini, mereka bertanya ”sekolah dimana?” Sekolah lo, sekolah!! Dan saya bilang saya kelas 2 SMA, gyahaha..

Maksud saya gini, yang selama ini terbayang di benak saya tentang arisan adalah ibu-ibu, kocok-kocok, ngerumpi, berisik, bahkan ekstrimnya sampe berantem. Ibu saya gak ikut arisan tuh, jadi wajar klo saya gak punya pengetahuan yang memadai tentang arisan. Dan menimbang seluruh faktor tersebut, saya bisa mengambil kesimpulan: Oke saya memang sering ngerumpi tapi saya cukup tau diri untuk ga sampe berisik. Paling cuma bisik-bisik sama temen trus terkikik-kikik sendiri, dan klo di lingkup yang lebih besar gak pernah tu berakhir dengan kata-kata ”ooh dasar memang kamu wanita kurang ajar yaa, tukang ngerebut suami (ato pacar lah) orang!! Kegatelan!!”. Oke saya pernah kocok-kocok undian tapiii saya kan belum jadi ibu-ibu! Jadi kalo pun misalnya sejarah hidup saya akhirnya harus dicemari dengan kegiatan arisan Dharma Wanita, saya ingin pada saat itu saya benar-benar sudah jadi ibu-ibu seutuhnya! Ehm.. maksud saya, karena ini arisan ibu-ibu, saya kan terlihat seperti seorang anak yang dibawa ibunya (ato memergoki ibunya) ikut arisan.. Itu cukup buat dijadiin pertimbangan bagi nurani saya untuk menjerit ”ini belum saatnya ris.. belum... kamu masih sangat muda.. jalan hidupmu masih panjang.. jangan lakukan itu sekarang.. ini belum waktunya..”

Sayangnya, orang dewasa selalu punya cara untuk mendesak orang-orang yang lebih muda.

Akhirnya saya ikut (setelah ibu itu meyakinkan saya bahwa akan ada makan siang, snack, dan doorprize), dan di tengah hingar bingar arisan tersebut saya dan demn mojok di sudut seperti terpinggirkan. Oh ya waktu itu ada ceramah dari seorang narasumber tentang hidup sehat dengan makanan organik.

”Ibu-ibu jadi kalau masak buat keluarganya, akan lebih baik kalo pake bahan-bahan alami.. gak tercemar dari pestisida.. zat-zat kimia.. dst.”
Berpikir: Hmm.. seharusnya seluruh pemilik warteg mengikuti ceramah ini.

Acara berikutnya, kocok-kocok, pengumuman nama, kocok ulang, gak lagi mengundang minat. Saya cuma tersentak waktu di salah satu nama yang diumumin ada nama seorang temen cewek seangkatan yang beda gedung (dan dia tidak hadir waktu itu). Whaa.. ternyata dia diam-diam... ah, sudahlah.. Lalu pengumuman doorprize yang berdasarkan daftar hadir.. I heard my name being called.. Wooh, saya langsung semangat. Di dekat pintu keluar ada beberapa benda berbagai ukuran yang dibungkus kertas kado.. Saya pilih yang agak kecil, eeh datang ibu-ibu merebut.. ”Mbak yang ini aja.. Saya yang bungkus kok.. Yang ini isinya sajadah.. Kecil-kecil gini palingan tupperware..” Ooh, gitu ya? Bodo amat lah. Sajadah juga ga papa kok. Arisan berakhir.. saya pun pulang dengan damai.. Semoga saja ibu-ibu itu gak mengira saya sebangsa mereka..

***Dan ternyata, isi doorprize tersebut bukan sajadah. Guess what? TAS. Bukan postman bag, ransel, travel bag, atau paling tidak, tas tangan eksmud gitu, tapi TAS BORDIR BERUKURAN BESAR. Suatu tas yang kalo pada saat itu belum ketinggalan zaman, baru pantas saya pakai 30 tahun lagi. Seandainya saya tidak ikut, pasti tas ini akan jatuh ke ibu-ibu yang lebih berhak.. Kasian ibu-ibu itu..

flufluflu...

Diposting oleh anindita di 13.05 1 komentar
Beuhh... Saya kena flu..
(berharap salah satu pembaca ada yang menitikkan air mata)
Kenapa ya? Apa ada yang salah? Terakhir kali saya nekat jalan di tengah tetesan hujan itu pas di Ragunan seminggu lalu, dan.. well, setelah itu makan banana split di mal ber-AC? Bukan masalah.
Baru tidur jam 11 malem tanpa selimut selama beberapa hari? Biasa aja tuh.
Akhir-akhir ini rutin pulang jam 5 sore? Ga ada hubungannya lah.
Belakangan ini AC di ruangan disetel 18 derajat tanpa jaket? Hmm, sudah ga ngaruh.
Beberapa hari ini bos rajin berdiskusi dengan orang-orang penting yang duduknya di sebelah saya sambil bersin-bersin, hidung merah, sementara AC ruangan 18 derajat tanpa jaket? Ehh, jangan nuduh sembarangan ya kamu, mau gak dibayar gaji kamu? *respon imajiner*


Aduuh, flu ini bener-bener ngganggu deh. Suara udah mulai berubah, hidung mampet, merusak alam pula (dengan penggunaan tisu dan air keran yang berlebih). Padahal, selama 6 bulan di Jakarta ini saya baru sekali kena flu, itu pun di saat yang tepat: musim hujan. Lain kayak di Malang yang baru datang aja tau-tau besoknya saya udah meler. Nah, cuaca di Jakarta ini persis dengan di Samarinda. Keadaan alam yang berbeda paling-paling cuma di Samarinda cuaca masi predictable, polusinya gak parah, gak gitu macet, kalo pagi dingin, langit lebih cerah, dan ADA bintang. Dan meski akhir-akhir ini udah mulai hujan, saya belum pernah keujanan kok. Mengingat di Samarinda saya gak gitu bermasalah dengan cuaca, wajarlah klo saya pikir disini juga bakal sama. Nah sekarang ni kok ya saya kena flu di saat orang lain sehat-sehat aja?? Ironis kan? Menyedihkan sekali. Saya mengisi penuh keranjang sampah di ruangan dengan berhelai-helai tisu gulung yang basah, diiringi suara-suara yang memilukan hati sementara orang-orang lain di sekeliling saya dapat menarik napas dengan sempurna.. Wajah mereka tetap cerah, tidak ada tanda-tanda kebutuhan akan hadirnya tisu.. Bayangkan teman-teman.. alangkah indahnya jika pada saat itu kita semua saling bergandeng tangan.. bersama-sama kita senang.. bersama-sama kita menderita.. Ketika yang satu ber-sroot sroot, yang lain menyahuti sehingga tercipta harmonisasi yang indah di antara kita.. Persahabatan yang indah bukan? Aargh, andai kalian tahu wahai sahabat betapa aku sangat menunggu saat-saat itu.. (tersenyum licik)

Kamis, 17 April 2008

Your biggest passion needs your biggest sacrifice...

Diposting oleh anindita di 18.05 2 komentar
 
Hari Minggu kemarin, saya pergi ke Gramedia Matraman. Begitu masuk, di dekat stan d’Crepes ada banner kecil warna ijo dan promotion desk yang sebenarnya ga terlalu hebat, biasa aja, tapi bagi beberapa orang termasuk saya, sangat eye-catching. Name it, itu adalah stan Greenpeace. Seorang cewek, one of the crews, hilir mudik di depan stan tersebut buat mempromosiin.. berusaha berbicara pada setiap orang yang lalu lalang.. dan saya berdiri di dekat situ.. terkesima..

Oh my God... it’s Greenpeace.. and they are in search of local supporters..

Saya yakin saya hampir lupa sepenuhnya apa cita-cita saya waktu kecil begitu bergabung dengan sekolah ke*****an ini. Dan saya yakin, bayangan masa kecil tersebut mungkin ga akan muncul lagi kalo saja saya gak melihat promotion desk Greenpeace tepat di hadapan saya saat itu—mengingat saya punya kecenderungan memory loss yang kadang short-term dan kadang long-term— Masa kecil saya yang suka naik-naik pohon, menjelajahi gunung-gunung di dekat perumahan yang sekarang pastinya sudah diratakan, bersepeda keliling kompleks, dan menelusuri sudut-sudut perumahan dengan berjalan kaki bukan cuma memorable, tapi juga punya pengaruh besar dalam hidup saya. Oke, cita-cita saya emang sering berubah-ubah, mulai dari jadi dokter hewan, detektif kriminal, sniper, physio, promotor musik, tapi gak ada satupun yang memancing keseriusan jangka panjang saya sampe suatu hari saya diberi tugas membuat poster bertema global warming oleh guru biologi SMA. Saya mulai mencari artikel-artikel, literatur, dan model-model gambar untuk mendukung penyelesaian tugas, dan di saat itu saya sadar, inilah bidang yang ingin saya tekuni.

Oke oke, beberapa orang pasti akan langsung mencolot. ”Kamu kan ga suka sayur, ris..”, ”Kamu kan ga tau tanaman, ris..”, ”Kamu kan emang dasarnya cuma bisa naek sepeda, ris..” Yeah, itu bener walopun stat pertama gugur karena saya cuma mau sayur berkuah bening dan stat kedua, orang tua saya suka tanaman sehingga saya merasa malas untuk ikut-ikutan. Tapi maksud saya, apa itu berkaitan? Rasa ketertarikan saya pada lingkungan bukan untuk nutupi tiga hal di atas tapi murni karena memang itu yang membangkitkan gairah hidup saya. Saya tertarik pada segala hal yang terkait dengan upaya-upaya menghentikan pemanasan global, saya tertarik untuk mengenalkan pada masyarakat mengenai kesehatan lingkungan, dan keinginan tersebut muncul begitu kuat. Waktu SPMB yang sebenarnya saya yakini pasti lulus—karena inceran saya cuma sebuah PTN lokal, ga dibolehin kuliah di luar—saya punya dua pilihan: Teknik Lingkungan dan Kesehatan Masyarakat, dan lantaran ortu-lah saya akhirnya menaruh Kesmas di urutan pertama.

Yeah, saya lulus. Dan menyadari betapa effortless-nya saya untuk lulus, saya jadi menyesal kenapa teknik lingkungan ga ditaruh di urutan pertama. Tapi liat.. in what kind of world am I now? I am not into finance for sure, but i’m in. Saya lebih suka bekerja dengan alam, pressure-free, independen, tapi yang terjadi sekarang saya malah jadi budak, pemikir, sekaligus manajer. See? ini bahkan dunia yang sangat bertentangan dengan diri saya. Pastinya kalian melihat saya sebagai seorang loser yang gagal memperjuangkan keinginan terdalamnya, ato versi dramatisasi, impian masa kecilnya. Yap, saya gagal, dan rupanya saya bukan satu-satunya kok. Ada banyak remaja di sana yang bergabung di ’dunia’ ini tanpa melepaskan obsesi terhadap suatu hal yang telanjur jadi passion mereka. Lebih pas lagi, saya yakin di antara mereka juga ada yang berencana pensiun dini, lalu mulai meraih cita-cita utama, passion alami mereka masing-masing dengan ’hasil’ dari sini. Bukan berarti kerja jadi gak serius, tapi semua pasti percaya, your biggest passion needs your biggest sacrifice. Bekerja keras dan mengerahkan semaksimal mungkin kemampuan di pekerjaan yang menghasilkan-tapi-bukan-aku-banget cukup buat jadi big sacrifice to brand new relaxing future..  
Yeah yeah, memang ga ada kata terlambat buat sebuah cita-cita. Saya juga berencana begitu. Saya akan bertahan di ’dunia’ ini untuk 20-30 tahun mendatang, lalu pensiun dini, dan setelah itu, saya ingin kembali ke saat-saat itu.. kembali pada impian masa lalu saya dan menikmati masa tua saya dengan kegiatan yang benar-benar saya cintai.. Kembali pada passion saya yang selama ini cuma jalan setengah.. Hmm,, i smell the nice future..

Kamis, 03 April 2008

jenuh

Diposting oleh anindita di 16.31 3 komentar
Jenuh tu gak kenal tempat. Sama seperti ngantuk, kalo tiba-tiba nyerang, rasanya pengen tidur aja. Gak peduli meskipun saat itu kita lagi ujian (pengalaman pribadi, Red.), lagi nunggu temen, lagi baca komik, lagi nyetir (hmm.. pengalaman pribadi ’seseorang’), ato bahkan lagi nulis-nulis blog kayak gini.. tiba-tiba aja ada godaan buat sedikit terlelap.. Begitu pula dengan jenuh. Tau-tau aja seluruh sistem saraf menolak untuk beraksi, tubuh dan otak tersugesti untuk menolak jadwal kerja yang dengan rapi direkam di memori. Cuma satu alasan tapi alasan itu mewakili aspirasi seluruh sistem kerja tubuh kita. It feels like my brain ordered ”oh, come on, it’s not finished yet.. go on.. you can do it..” but the body responded sufferingly “noo, not again.. I’m fed up with these stuffs.. leave me you jerk!! Ooh, here it comes another project!! I hate this!! Get me out of this hell!!” –versi yang lebih didramatisasi—

Tapi ya itu, jenuh itu datangnya all of a sudden. Beban-beban yang menumpuk di sepanjang garis x tiba-tiba mencapai titik ekuilibrium, lalu berhenti. Gak ada reaksi. And now that’s what happened. There are many things to do, papers with great numbers of money clearly written on, many jobs listed on my yellow notes, all laid on my messed-up table but there’s no such thing called ‘keinginan-tulus-dari-lubuk-hati-yang-paling-dalam’ to make it done. At least, at this time, when ‘fed up’ strikes.

See.. I’ve never been this bored before.. I do my projects half-heartedly, and the only thing goes on my mind is to get out, get away from papers, papers, budget, money, money, AC, PC, then go to the beach or the zoo or musholla or.. just a single four-walls is enough.. I don’t need lights, I just need a blanket.. and let me sleep.. But I think I won’t be able to sleep.. maybe I just can take a breath, in, out.. think about beautiful days ever happened to me.. think about this darkness, think about what I can do tomorrow, think about someebody of my past, think about me, think about sins… and by then I must be fallen asleep..

See.. I even don’t know what I’m saying.. I just keep writing and writing and all these tiring stuff is out... sorry for inconvenient odd sentences..
 

brisk swish and a new day Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos